Pemberi Waralaba (Franchisor) wajib melaporkan keuangannya yang telah diaudit oleh akuntan publik. Tujuannya agar penerima Waralaba (Franchisee) tak membeli bisnis waralaba 'kucing dalam karung' dari si franchisor.
Demikian disampaikan oleh Ketua Komite Tetap Waralaba dan Lisensi Kadin Indonesia Amir Karamoy kepada detikFinance, Kamis (29/2/2012)
Amir mengatakan ketentuan itu bagian dari draft final dari revisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 31 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan waralaba. Rencananya Permendag ini akan keluar dalam waktu dekat.
"Yang menarik dari permendag baru ini, laporan keuangan franchisor harus diaudit oleh akuntan publik dia harus melamporkan keuangan 2 tahun berturut-turut. Harus diaudit oleh akuntan publik. Itu akan membuat franchisor semakin bonafit dia bukan hanya menjual kucing dalam karung," katanya.
Amir mengatakan jika aturan ini berjalan efektif maka menjadi hal yang luar biasa. Dampak positifnya konsumen akan mendapat pilihan mana saja waralaba yang benar-benar bonafit dan benar-benar menjanjikan keuntungan bisnis,
"Memang akan ada cost, dengan adanya aturan ini karena harus memakai akuntan publik," katanya.
Dampak lainnya adalah dari 1100-an waralaba dan business opportunity (BO) yang saat ini ada di Indonesia maka hanya sekitar 40% yang benar-benar menjadi waralaba sesungguhya. Sementara sisanya tak akan memenuhi ketentuan waralaba karena secara laporan keuangannya belum bisa dipertanggungjawabkan.
"Jadi nantinya hanya 40% sudah benar-benar bonafid. Jadi yang membeli waralaba itu terjamin," katanya.
Selain itu, Amir menambahkan adanya ketentuan ini maka akan berimbas terhadap perkembangan waralaba. Waralaba akan menjadi skema investasi sektor riil yang menjanjikan.
"Jadi kayak beli saham di sektor riil, ini akan mendorong UKM," katanya.
Menurutnya meski ada aturan ini nantinya para konsep bisnis di luar waralaba seperti BO atau peluang usaha akan dimasukan skema khusus. Sehingga akan tetap ada ruang hidup bagi para BO yang memang baru merintis, nantinya mereka bisa mengarah menjadi waralaba.
"BO akan masuk skim lain semacam kemitraan dan lisensi jadi publik ada pilihan. Jadi kalau beli waralaba sudah pasti bagus. Secara otomotis akan ada klasifikasi tersendiri," katanya.
Selain masalah audit waralaba, saat ini masih ada perdebatan soal waralaba yang dioperasikan dan dikembangkan melalui pemodal pemilik waralabanya sendiri atau Company Owned. Menurutnya konsep company owned harus dihindari dalam sistem waralaba baik lokal maupun asing.
"Sebetulnya kalau mau konsisten dalam PP 42 tahun 2007 soal waralaba, company owned tak boleh. Bagi mereka-mereka yang belum menyadari ini bukan soal monopoli, tapi lebih pada hakekat waralaba tak ada namanya company owned," katanya.
Sumber
Demikian disampaikan oleh Ketua Komite Tetap Waralaba dan Lisensi Kadin Indonesia Amir Karamoy kepada detikFinance, Kamis (29/2/2012)
Amir mengatakan ketentuan itu bagian dari draft final dari revisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 31 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan waralaba. Rencananya Permendag ini akan keluar dalam waktu dekat.
"Yang menarik dari permendag baru ini, laporan keuangan franchisor harus diaudit oleh akuntan publik dia harus melamporkan keuangan 2 tahun berturut-turut. Harus diaudit oleh akuntan publik. Itu akan membuat franchisor semakin bonafit dia bukan hanya menjual kucing dalam karung," katanya.
Amir mengatakan jika aturan ini berjalan efektif maka menjadi hal yang luar biasa. Dampak positifnya konsumen akan mendapat pilihan mana saja waralaba yang benar-benar bonafit dan benar-benar menjanjikan keuntungan bisnis,
"Memang akan ada cost, dengan adanya aturan ini karena harus memakai akuntan publik," katanya.
Dampak lainnya adalah dari 1100-an waralaba dan business opportunity (BO) yang saat ini ada di Indonesia maka hanya sekitar 40% yang benar-benar menjadi waralaba sesungguhya. Sementara sisanya tak akan memenuhi ketentuan waralaba karena secara laporan keuangannya belum bisa dipertanggungjawabkan.
"Jadi nantinya hanya 40% sudah benar-benar bonafid. Jadi yang membeli waralaba itu terjamin," katanya.
Selain itu, Amir menambahkan adanya ketentuan ini maka akan berimbas terhadap perkembangan waralaba. Waralaba akan menjadi skema investasi sektor riil yang menjanjikan.
"Jadi kayak beli saham di sektor riil, ini akan mendorong UKM," katanya.
Menurutnya meski ada aturan ini nantinya para konsep bisnis di luar waralaba seperti BO atau peluang usaha akan dimasukan skema khusus. Sehingga akan tetap ada ruang hidup bagi para BO yang memang baru merintis, nantinya mereka bisa mengarah menjadi waralaba.
"BO akan masuk skim lain semacam kemitraan dan lisensi jadi publik ada pilihan. Jadi kalau beli waralaba sudah pasti bagus. Secara otomotis akan ada klasifikasi tersendiri," katanya.
Selain masalah audit waralaba, saat ini masih ada perdebatan soal waralaba yang dioperasikan dan dikembangkan melalui pemodal pemilik waralabanya sendiri atau Company Owned. Menurutnya konsep company owned harus dihindari dalam sistem waralaba baik lokal maupun asing.
"Sebetulnya kalau mau konsisten dalam PP 42 tahun 2007 soal waralaba, company owned tak boleh. Bagi mereka-mereka yang belum menyadari ini bukan soal monopoli, tapi lebih pada hakekat waralaba tak ada namanya company owned," katanya.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar