Jika Anda kebetulan melintas di Jalan Abdullah Bin Nuh, Taman Yasmin Bogor, Jawa Barat, sempatkan sejenak mampir dan membeli keong rebus yang dijual di sepanjang jalan itu. .
Keong rebus yang dijual itu adalah keong sawah yang rasanya hampir mirip dengan kerang laut. Masakan ini pas disantap bersama nasi putih hangat. Di masyarakat Sunda, keong sawah ini biasa disebut dengan tutut.
Terdapat sekitar 50 pedagang tutut rebus yang mangkal di sepanjang Jalan Abdullah Bin Nuh, Bogor. Selain memakai gerobak, banyak juga pedagang yang menggunakan mobil untuk menjajakan dagangannya
Setiap pedagang menyediakan kursi atau alas tikar bagi pembeli yang ingin makan di tempat. Namun, tidak sedikit pula pelanggan yang minta dibungkus untuk dibawa pulang.
Salah satu pedagang tutut rebus di daerah ini adalah Ade. Untuk memperkaya rasa, Ade menambahkan berbagai variasi bumbu, seperti original, rendang, asam manis, saus tiram, bumbu pedas, dan rasa kari.
Untuk tutut rebus rasa original dibanderol Rp 3.000 per porsi. Sedang keong rasa saus tiram dihargai Rp 5.000 per porsi. Dari berjualan tutut ini, Ade mengaku bisa menjual 30 kilogram (kg) sampai 50 kg tutur rebus per hari. “Laba bersih saya sekitar Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per hari,” katanya.
Pedagang lainnya adalah Abdul Muhyi yang mengusung merek dagang Tutut Mang Oyeng. Dengan tiga gerobak dagang, ia bisa menjual tutut rebus sebanyak100 hingga 300 porsi per hari. " Pendapatan saya berkisar Rp 200.000, Rp 300.000, hingga Rp 400.000 per hari,” katanya.
Rezeki berjualan tutut rebus juga diperoleh Giyanto. Bedanya, ia menjajakan barang dagangannya di mobil. Dalam sehari ia bisa menjual 20 kilogram tutut rebus, dengan pendapatan berkisar Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per hari. "Tutut ini banyak yang mencari karena bagus buat kesehatan," ucapnya.
Bahan tutut biasanya dibeli dari pembudidaya keong sawah di Cianjur. Selain itu, ada juga yang membeli dari petani di Bogor.
Giyanto sendiri membeli dari Pasar Anyar Bogor. Namun belakangan, para pemburu tutut di pasar semakin banyak. “Kalau mau beli di pasar, sudah harus menunggu dari jam dua pagi,” katanya.
Keong rebus yang dijual itu adalah keong sawah yang rasanya hampir mirip dengan kerang laut. Masakan ini pas disantap bersama nasi putih hangat. Di masyarakat Sunda, keong sawah ini biasa disebut dengan tutut.
Terdapat sekitar 50 pedagang tutut rebus yang mangkal di sepanjang Jalan Abdullah Bin Nuh, Bogor. Selain memakai gerobak, banyak juga pedagang yang menggunakan mobil untuk menjajakan dagangannya
Setiap pedagang menyediakan kursi atau alas tikar bagi pembeli yang ingin makan di tempat. Namun, tidak sedikit pula pelanggan yang minta dibungkus untuk dibawa pulang.
Salah satu pedagang tutut rebus di daerah ini adalah Ade. Untuk memperkaya rasa, Ade menambahkan berbagai variasi bumbu, seperti original, rendang, asam manis, saus tiram, bumbu pedas, dan rasa kari.
Untuk tutut rebus rasa original dibanderol Rp 3.000 per porsi. Sedang keong rasa saus tiram dihargai Rp 5.000 per porsi. Dari berjualan tutut ini, Ade mengaku bisa menjual 30 kilogram (kg) sampai 50 kg tutur rebus per hari. “Laba bersih saya sekitar Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per hari,” katanya.
Pedagang lainnya adalah Abdul Muhyi yang mengusung merek dagang Tutut Mang Oyeng. Dengan tiga gerobak dagang, ia bisa menjual tutut rebus sebanyak100 hingga 300 porsi per hari. " Pendapatan saya berkisar Rp 200.000, Rp 300.000, hingga Rp 400.000 per hari,” katanya.
Rezeki berjualan tutut rebus juga diperoleh Giyanto. Bedanya, ia menjajakan barang dagangannya di mobil. Dalam sehari ia bisa menjual 20 kilogram tutut rebus, dengan pendapatan berkisar Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per hari. "Tutut ini banyak yang mencari karena bagus buat kesehatan," ucapnya.
Bahan tutut biasanya dibeli dari pembudidaya keong sawah di Cianjur. Selain itu, ada juga yang membeli dari petani di Bogor.
Giyanto sendiri membeli dari Pasar Anyar Bogor. Namun belakangan, para pemburu tutut di pasar semakin banyak. “Kalau mau beli di pasar, sudah harus menunggu dari jam dua pagi,” katanya.
0 komentar:
Posting Komentar