Tampilkan postingan dengan label MANAJEMEN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MANAJEMEN. Tampilkan semua postingan

14 Des 2012

ADA APA DENGAN WARALABA ?


Sebuah survey Gallup (USA) tahun 1997 menunjukkan bahwa 94% franchisee (terwaralaba) menganggap diri mereka sukses. Ukuran sukses ini berdasarkan pencapaian seperti uang, waktu, keseimbangan hidup, fleksibilitas, tantangan, kontrol, keamanan, bisa membuat hidup orang lain berbeda, dan tanggung jawab pribadi. Pada survei yang sama juga menunjukkan 75% franchisee yang ikut polling mengatakan bahwa setelah mengetahui apa yang mereka peroleh saat ini, mereka akan mengambil keputusan yang sama bila diberi kesempatan untuk memilih. Di lain pihak, berapa orang rekan kerja Anda bila diberi pertanyaan yang sama akan menjawab mereka sudah mencapai sukses? Berapa orang yang bila diberi kesempatan lagi akan tetap memilih karir atau perusahaan yang sama? Jawaban sederhananya adalah orang memutuskan berinvestasi pada franchise karena seba-gian besar franchisee memang menang. Tapi kenapa 99% orang yang melakukan inves-tigasi usaha franchise akhirnya memutuskan tidak melakukan investasi sama sekali?

Kelompok 99%

Orang yang masuk kelompok ini melakukan investigasi usaha franchise dengan sungguh-sungguh. Mereka tidak puas dengan pekerjaan dan berpendapat sudah saatnya berhenti menghasilkan uang untuk orang lain. Sekarang adalah saatnya untuk menghasilkan uang bagi diri sendiri!
Mereka datang ke pameran franchise, meminta brosur lengkap, bertemu dengan staf franchisor, bertanya ke konsultan franchise, dan melakukan survei lapangan ke berbagai gerai franchise. Pada saat tiba waktunya untuk memutuskan, ketakutan, keraguan, dan karakter negatif (baik dari diri sendiri, pasangan, anak, orang tua, dan teman) akan muncul mempengaruhi pengambilan keputusan.
Pikiran mengenai “bisnis ini memiliki kelemahan fatal, tingkat pergantian karyawan tinggi, kompetisi di bisnis ini tinggi, bisnis ini sangat berisiko, bisnis ini mungkin berhasil di daerah lain tapi tidak di daerah saya, dst.” akan mulai menghantui Anda. Anda tidak bekerja sedemikian keras dan lama untuk akhirnya mengor-bankan semua simpanan hnya demi sebuah bisnis. Anda mulai berpikir “siapa yang akan menanggung asuransi kesehatan keluarga dan dana pensiun, bagaimana dengan waktu luang untuk keluarga dan jatah liburan gratis dari perusahaan, dan bila bisnis ini tidak sukses saya akan kesulitan untuk memulai bekerja lagi.” Kesimpulannya selalu sama, yaitu untuk berhenti bekerja dan memulai usaha sendiri (franchise) sangat berisiko bagi keluarga. Ya, Anda benar! 99% orang juga mengambil keputusan ini.

Kelompok 1%

Orang di dalam kelompok 1% dan 99% semua mulai dari kondisi fisik yang sama pada saat melakukan investigasi usaha franchise. Yang membedakan kedua kelompok ini adalah mereka tidak memulai dengan mental bersih yang sama. Kelompok 99% selalu mengeluh mengenai pekerjaan mereka tetapi tidak punya keinginan nyata untuk mengubahnya. Kelompok 99% melakukan investigasi usaha franchise dengan tujuan menemukan kelemahan berbagai kesempatan usaha franchise sehingga mereka merasa bahwa keputusan untuk memulai usaha sendiri (self-employment) bukan pilihan terbaik. Sebaliknya, kelompok 1% memiliki komitmen kuat untuk melupakan masa lampau dan mengubah masa depan. Memulai sebuah usaha franchise merupakan keputusan yang tergolong sulit dan tidak biasa. Akan tetapi, kelompok 1% memang menolak untuk hidup biasa yang penuh kompromi.
Mereka memiliki latar belakang pendidikan, kekuatan finansial, pengalaman, usia, dan tantangan kehidupan keluarga yang sama dengan kelompok 99%. Apapun alasannya, kelompok 1% mampu membayangkan apa akhir dari karir pekerjaan mereka. Mereka telah menghadiri berbagai pesta perpisahan bagi staf yang pensiun dan pembagian penghargaan dengan pigura emas. Mereka sering mendengar pimpinan perusahaan berkata, “Kami semua akan merindukan kamu atau perusahaan ini tidak akan pernah sama lagi tanpa kamu!” Mereka akhirnya melihat bahwa staf-staf pensiun tersebut akan segera diganti dengan yang baru dan jarang perusahaan merasa kehilangan. Fakta-fakta ini yang menyebabkan kelompok 1% mengambil tindakan positif sekarang juga! Mereka tidak mau menjadi orang yang karirnya berakhir seperti itu. Mereka ingin bekerja keras dan sepenuh hati, untuk keluarga dan diri sendiri!
Tabel Perbedaan 99% dengan 1%

99%

1%

Waits for the "right time" to start a business.Declares "Now is the time." And then works to make it the right time.
Tries to find the perfect business.Tries to find a solid business and will work to make it the right business for them.
Looks for what's wrong with Franchises and reasons they won't work.Looks for franchises with a strong track record of success, while acknowledging their unique challenges and potential pitfalls.
Is normal and reasonable.Is exceptional and unreasonable.
Is committed to achieving stability and security and is risk-averse.Is committed to making a difference with their life and career and is willing to accept risk to do so.
Is afraid of the unknown. Make their fears mean "something is wrong" and back away from creating the future they desire.Is afraid of the unknown. Doesn't make their fears mean anything. "I am afraid of the unknown," they think, "so what else is new?"
Their future is something which happens to them and they fall into.Their future is something they design and then live into.
Listens to the opinions and accusations of the Inner Critic. Lets him impact their decision-making.Listens to the opinions and accusations of The Inner Critic. Doesn't let him impact their decision making.
Isn't born into the 99 percent. Becomes the 99 percent through the decisions they make.Isn't born into the 1 percent. Becomes the 1 percent through the decisions they make.
Disadur dari Street Smart Franchising – Joe Matthews, Don Debolt, Deb Percival

Sumber :
03 Februari 2009
Sumber Gambar :

PENDUAN MEMULAI BISNIS UNTUK PEGAWAI KANTORAN (PEMULA)


Bagi pekerja kantoran atau karyawan entah di swasta ataupun pegawai negeri, membangun bisnis online ataupun offline adalah hal yang mungkin tidak pernah terpikirkan. Berdasarkan pengalaman saya, sekitar 80% dari mereka mengatakan bahwa bisnis bukanlah jalur hidup mereka atau mereka merasa tidak memiliki bakat berbisnis sehingga mereka mengesampingkan bisnis sebagai alternatif atau tujuan utama dalam hal mencari rejeki. Padahal di tengah sulitnya ekonomi Indonesia saat ini, membangun bisnis harusnya merupakan kewajiban bagi tiap warga negara. Mengapa kita harus mulai membangun bisnis?

1.Agar Memiliki Pendapatan Cadangan Diluar Gaji Kantor.
Mengandalkan penghasilan dari pekerjaan sebagai pegawai kantoran cukup riskan. Apalagi ekonomi Indonesia masih sulit untuk bangkit. PHK atau perusahaan bangkrut adalah hal yang lazim terjadi. Dengan mulai membangun bisnis, anda memiliki income cadangan jika sewaktu-waktu terkena PHK atau perusahaan gulung tikar. Apalagi jika anda sudah berumah tangga dan hanya mengandalkan penghasilan dari satu orang saja bisa berbahaya jika tiba-tiba terkena PHK. Rumah tangga bisa terguncang bahkan tak jarang yang bunuh diri/gila gara-gara ekonominya tiba-tiba ambruk. Tidak ada jaminan perusahaan yang besar sekalipun akan survive terus menerus.

Kesalahan terbesar pekerja kantoran adalah mereka terbius oleh “zona kenyamanan” yaitu mendapat gaji rutin tiap bulan. Dengan pendapatan rutin seperti ini, bisnis tidak dipikirkan. Waktunya terlalu sibuk untuk bekerja. Ketika terkena PHK barulah mereka menjerit-jerit, menggelar demo besar-besaran. Beberapa dari mereka yang beruntung mendapat pesangon langsung menggunakannya untuk ikutan bisnis yang ia tidak memiliki pengetahuan/pengalaman sama sekali. Akibatnya ia tertipu atau bangkrut. Dunia serasa kiamat.

2. Membantu Pemerintah Mengatasi Pengangguran
Jangan sekali-kali mengandalkan pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan. Pemerintah tidak bisa diandalkan dalam hal menciptakan lapangan pekerjaan. Jangan menunggu! kita sendiri yang harus bergerak!. Pengangguran di Indonesia sudah terlalu banyak bahkan yang bergelar S1-S2 turut meramaikan komunitas pengangguran. Dengan kita mulai membangun bisnis, minimal bisa menolong diri kita sendiri dari ancaman pengangguran. Syukur-syukur jika bisnis berkembang, kita malah bisa merekrut orang untuk dijadikan pegawai. Dengan merekrut orang jadi pegawai, berati kita turut menciptakan lapangan kerja dan ini sangat membantu pemerintah mengatasi pengangguran.
Pemerintah juga seharusnya giat mengkampanyekan “Gerakan Wirausaha Nasional” agar banyak tercipta lapangan kerja dari para pebisnis. Mindset sebagian warga Indonesia harus diubah bahwa setelah selesai sekolah/kuliah tidak mesti harus cari lowongan kerja.

3. Sebagai Sarana untuk Menolong orang lain
Saya pernah berbisnis burger dengan modal sekitar 2,5 juta/counter. Saya punya beberapa counter di beberapa minimarket. Yang saya rekrut pada saat itu adalah orang-orang yang membutuhkan pekerjaan dan tentu tidak malu untuk jualan burger. Beberapa orang yang menurut saya pengangguran kelas berat ternyata menolak menjadi pegawai counter burger dengan alasan “gengsi” jualan burger di depan minimarket. Saya lantas berpikir, pantas saja hidup mereka susah terus.. la wong kerja halal saja koq pake gengsi. Padahal jelas sekali gengsi tidak bisa membuat kita kaya. Justru kalau nanti kaya sudah pasti kita bergengsi hehehe. Waktu itu saya baru tahu bahwa kondisi miskin itu diciptakan oleh mindset (pemikiran) mereka sendiri. Mereka maunya instan : dapat uang tanpa perlu kerja keras. Saat tulisan ini dibuat, mereka masih memilih menjadi tukang parkir gelap/serabutan atau menjadi polisi cepek dijalanan. Padahal jika mau jualan burger, penghasilan mereka jelas lebih tinggi, apalagi jika jualannya laku keras pasti akan dapat komisi lagi.

Akhirnya saya dapat pegawai dari kalangan ibu-ibu. Mereka tidak masalah harus jualan burger, yang penting anaknya tetap bisa sekolah karena suaminya jadi pengangguran akibat PHK. Meskipun hanya jualan burger, Alhamdulilah bisa membantu orang lain yang membutuhkan.

4. Sebagai Persiapan Pensiun
Pensiun berarti hilangnya pendapatan berupa gaji. Kita hanya akan mendapat tunjangan semacam jamsostek atau tunjangan hari tua. Bagi yang terbiasa kerja, pensiun bisa menyebabkan post power syndrome dimana seseorang akan mengalami stress, merasa tidak berharga lagi bahkan cenderung temperamental. Dengan memulai bisnis sejak menjadi karyawan, maka ketika pensiun tiba kita tetap bisa beraktivitas mengurusi bisnis. Dengan memiliki bisnis setelah pensiun kita pun tidak melulu tergantung secara finansial kepada anak.

Manfaat lain jika kita memulai bisnis saat menjadi karyawan adalah dapat memotong learning curver (kurva belajar). Bisnis adalah belajar yang tiada henti. Jika kita baru membangun bisnis setelah pensiun maka kita harus belajar semuanya dari awal sehingga resiko kegagalan pun semakin besar. Lain halnya jika kita memulai bisnis sejak dini, skill wirausaha kita terasah, mental semakin kuat dan pengalaman dilapangan akan membuat kita menjadi kian matang seiring dengan pertambahan umur.
Jika bisnis yang kita bangun telah berkembang pesat, maka anda bisa menjadikan bisnis sebagai warisan bagi anak-cucu kita kelak. Anak-cucu kita minimal tidak ikut-ikutan menjadi Barisan Pengangguran Indonesia.

Berikut ini beberapa tips untuk anda dalam hal memulai bisnis :

A. Tetapkan Tujuan Anda Membangun Bisnis. Apa tujuan anda membangun bisnis? untuk cari tambahan penghasilan? sekedar coba-coba? bosan diperintah atasan? ingin membantu orang lain? . Niat inilah yang akan menentukan daya tahan anda di bisnis. Kalau sekedar coba-coba, bisa dipastikan anda akan mudah putus asa jika menghadapi kendala nantinya. Membangun bisnis berbeda dengan bekerja dikantoran.
Ketika menjadi karyawan kita tinggal menjalankan tugas melalui arahan dari atasan/bos. Tapi dibisnis, kita sendirilah yang harus merencakan sekaligus mengeksekusi segala keputusan. Di bisnis, kita belajar menjadi pemilik usaha.

Minimal kita adalah bos bagi diri sendiri. Jika nantinya punya karyawan maka anda adalah bos bagi karyawan tersebut. Dengan demikian, di bisnis kita harus mampu juga untuk mengatur anak buah, bekerja sama dengan partner bisnis, menyusun strategi bisnis dll. Kita nantinya akan belajar banyak hal mulai dari soal keuangan, mencari pemodal, partner bisnis, memotivasi diri sendiri/anak buah, menghadapi kendala dll. So… kalaupun nantinya kita bangkrut di bisnis, percayalah bahwa tidak ada yang sia-sia. Bisnis boleh bangkrut tapi ilmu kita akan bertambah, intuisi bertambah tajam dan ini akan menjadi modal selanjutnya untuk kembali bangkit membangun bisnis lainnya.

Boleh dibilang hampir tidak ada pebisnis yang memulai bisnis dari awal lalu langsung sukses. Biasanya kita harus trial error dari satu bisnis ke bisnis lain sampai menemukan yang cocok. Jadi dengan memulai bisnis pada saat jadi karyawan paling tidak kita sudah mengumpulkan banyak pengalaman berbisnis. Mau sukses di bisnis boleh dibilang harus “babak belur” dulu di awal. Babak belur yang dimaksud mencakup : kena tipu, kemalingan barang, web kena hack, bangkrut dll. Itu semua akan jadi pengalaman dan ilmu yang berharga untuk kejayaan bisnis kita di masa depan.

B. Pilihlah bisnis yang merupakan hobi/kesenangan anda. Jika anda hobi memasak, bisa dimulai dengan membuka rumah makan atau membeli franchise bisnis kuliner. Jika anda seorang webmaster, maka bisa membuat website atau blog yang dapat menghasilkan uang melalui program affiliate, Pay per Review semacam blogvertise, sponsoredreview atau ikut program Pay per Click semacam google adsense, adbrite, bidvertiser dll. Usahakan anda belajar dari orang yang telah berkecimpung di bisnis tersebut agar anda lebih memahami medan bisnisnya. Bisnis yang dilakukan tanpa ilmu cukup riskan dijalankan apalagi yang modalnya mencapai ratusan juta/milyaran.

Jika anda memiliki modal yang besar (ratusan juta/milyaran) namun minim pengalaman bisnis, disarankan mengambil paket bisnis siap pakai atau yang lebih dikenal dengan Franchise. Dengan mengambil franchise, segala sesuatunya telah disiapkan pihak franchisor seperti perlengkapan, dekorasi, brosur, bahan, pelatihan dll. Anda hanya perlu menyiapkan modal, lokasi dan SDMnya saja.

C. Ikuti Kursus Wirausaha (Entrepreneur University). Bagi karyawan kantoran, membangun bisnis itu biasanya ditakuti. Takut gagal, takut bangkrut, takut tertipu, takut gak bisa balikin modal dll ketakutan. Dengan mengikuti kursus wirausaha, kita akan mendapat motivasi untuk mengubur segala ketakutan dan nantinya juga akan mendapat banyak masukan dari mentor-mentor bisnis yang memang sudah terbukti sukses dalam bisnisnya. Manfaat lainnya, di kursus tersebut kita akan berkenalan dengan orang yang memiliki visi yang sama sehingga nantinya bisa dijadikan partner bisnis. Beberapa intitusi yang mengadakan kursus wirausaha misalnya Primagama Entrepreneur University, GreenLeaf dll.

D. Mulailah Bisnis Secara Partime. Nasehat ini adalah untuk mereka yang pemula dalam dunia bisnis : Jangan dulu resign atau keluar dari pekerjaan anda ketika memulai membangun bisnis. Jika bisnis tersebut masih bisa dikerjakan secara partime maka itu lebih baik. Hal ini untuk meminimalisasi risiko. Kalau anda langsung keluar dari pekerjaan dan beberapa bulan kemudian bisnis anda tutup, maka anda akan kehilangan semua sumber pendapatan.

Nah, ketika bisnis anda semakin besar dan pendapatannya minimal 3x lipat dari gaji anda, silahkan saja kalau ingin keluar dari pekerjaan dan fokus membesarkan bisnis anda. Banyak pelaku bisnis pemula yang terlalu antusias dalam membangun bisnis sehingga terlalu cepat mengambil keputusan untuk keluar dari kantor. Pada beberapa sesi kursus wirausaha, mentor bisnis juga terkadang “ngompori” anak didiknya untuk keluar dari kerjaan dan mulai membangun bisnis. Ini perlu diwaspadai! jangan diikuti dulu karena mentor itu tidak akan bertanggung jawab manakala bisnis anda nanti bangkrut.

Memulai bisnis secara partime juga hanya ditujukan untuk bisnis dengan modal yang kecil. Jika modalnya mencapai ratusan atau bahkan milyaran rupiah, tentu sebaiknya fulltime agar bisa fokus mengelolanya. Apalagi jika modal tersebut berasal dari hutang, mau tidak mau anda harus fokus di bisnis untuk mengembalikan hutang tersebut.

E. Carilah Partner Bisnis (sharing risiko). Memulai bisnis pertama kali risikonya cukup besar karena kita belum memiliki pengalaman atau jam terbang yang tinggi. Dengan risiko seperti ini, ada baiknya anda mencari rekanan atau partner bisnis untuk diajak bergabung. Misalnya untuk membangun bengkel motor diperlukan modal sebesar 50 juta. Nah anda bisa cari 1-2 orang partner untuk diajak patungan modal. Jangan juga terlalu banyak mencari partner karena semakin banyak orang yang bergabung, maka pengambilan keputusan akan semakin rumit karena banyaknya ide/pendapat. Lebih baik mencari maksimal 2 orang partner yang memiliki visi yang sama.

Patungan adalah salah satu jalan terbaik dalam rangka mencari modal. Cara lain untuk mencari modal adalah dengan meminjam kepada teman atau saudara. Waktu masih kuliah (belum bekerja), saya bahkan pernah membuat warnet tanpa modal karena dapat pinjaman dari teman. Sebisa mungkin memang jangan menggunakan uang sendiri. Pakai saja uang orang lain atau bank, nah bayarnya dari keuntungan bisnis tersebut.
Kalau mau pinjam uang ke bank, gunakanlah fasilitas KTA (kredit tanpa agunan). KTA ini cocok untuk karyawan karena hanya memerlukan slip gaji atau fotocopy kartu kredit.

Dengan cara patungan modal, risiko bisa ditanggung bersama. Jika nantinya anda sudah mahir mengelola bisnis tersebut, barulah anda bisa mendirikan bisnis seorang diri karena telah memiliki banyak pengalaman/pengetahuan. Makin banyak pengalaman/pengetahuan, bisnis tersebut akan semakin minim risikonya yang berarti kemungkinan anda untuk sukses akan semakin besar!
Oke… selamat mencoba!

Sumber :
http://www.successkid.com/make-money/panduan-memulai-bisnis-untuk-pekerja-kantoran
13 Okt 2008

Sumber Gambar:
http://www.pertambanganbumiindonesia.co.id/gbr%20artikel/man_at_work.jpg

13 Des 2012

Bisnis Waryono, Seorang Office Boy

Perkembangan Kewirausahaan



Perkembangan kewirausahaan secara historis telah dimulai dari sejak berabad-abad sebelum masehi. Dengan kemampuan wirausaha dalam arti kemampuan dalam pengambilan resiko, berinovasi, menerapkan sistematika kerja bangsa mesir dapat membangun piramida, bangsa Cina dapat membangun tembok raksasa, dan Kerajaan Mataram Kuno dapat membangun Candi Borobudur. Kemudian pada abad pertengahan, VOC, perusahaan perniagaan Belanda, menjadi sistem pegumpul bahan mentah rempah-rempah dari Nusantara untuk kepentingan memasok pasar Eropa adalah contoh usaha yang beresiko. Dimana sebelumnya telah dirintis pencarian rute ke timur jauh oleh Marcopolo.
Perkembangan konsep kewirausahaan pada abad pertengahan, digambarkan sebagai seorang yang berani mengambil resiko akan keberanian mengelola proyek dengan kontrak pada harga yang ditetapkan diawal. Pada abad ke 17, konsep kewirausahaan kemudian berkembang dengan menitikberatkan pada konsep resiko. Contoh tokoh wirausaha pada saat itu adalah John Law seorang banker dari Perancis yang membuka perjanjian waralaba perdagangan di daerah (dunia) baru Amerika – perusahaannya disebut dengan Mississippi Company. Perjanjian ini berakhir dengan kerugian, tujuan awal untuk mendongkrak harga saham diperusahaan inti tidak tercapai, yang terjadi perusahaan utama di Perancis mengalami kolaps. Dengan melihat kegagalan Law, Richard Cantillon (ekonom abad 18) memperbaiki cara pandang tentang teori kewirausahaan. Cantillon mendifinisikan wirausahawan adalah seorang pengambil resiko, dicontohkan pada petani, pedagang, pengrajin dan pemilik usaha lainnya yang “berani membeli produk baku pada harga tertentu dan menjualnya pada harga yang belum ditentukan sebelumnya, oleh karena itu orang-orang ini bekerja pada situasi dan kondisi beresiko”.
Kemudian pada abad 18 berkembang pandangan bahwa wirausaha adalah seseorang yang memiliki hasil inovasi dikembangkan bisnisnya dengan menggunakan modal dari pihak lain. Contohnya pada penemuan bola boklam listrik oleh Thomas Edison, bisnis bidang kelistrikan oleh Edison dikembangkan dengan mendirikan General Electric, kini GE merupakan salah satu perusahaan terbesar di Amerika dan dunia. Ketika memasuki akhir abad 19 dan abad 20, perubahan konsep kewirausahaan ditandai dengan pemisahan antara peran manajer dengan wirausaha. Wirausaha mengorganisir dan mengoperasikan usaha untuk keuntungan pribadi. Dia menggunakan inisiatif, ketrampilan, dan kepiawaiannya dalam merencanakan, mengorganisir dan mengadministrasikan perusahaan. Kerugian dan keuntungan merupakan konsekwensi dari kemampuan melihat dan mengontrol keadaan lingkungan bisnis. Carnegie dipertengahan abad 20 menekankan bahwa wirausahawan adalah seorang innovator.
 Oleh karenanya wirausahawan akan mereformasi atau merevolusi kondisi yang tidak menguntungkan menjadi lebih menguntungkan, dengan mengekploitasi segala penemuan dan kemungkinan pemanfaat teknologi untuk menggantikan cara lama dalam mengoperasikan bisnis.

Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda secara nilai melalui pengorbanan waktu dan upaya, yang mengandung resiko finansial, psikologis dan sosial, dengan harapan menerima hasil penghargaan secara moneter dan kepuasan pribadi si wirausahawan. Karakteristik wirausaha dapat dilihat dari locus of control atau pengendalian diri atas dimensi internal dan eksternal. Pengaruh dimensi eksternal atau internal sesorang akan menentukan bagaimana sesorang wirausaha mengelola perusahaannya. Pengaruh eksternal antara lain kekuatan lingkungan luar perusahaan sangat dominan, keberhasilan semata karena kemujuran, bisnis yang dilakukan karena keharusan dari apa yang dibaca, dan pengaruh anggota keluarga lebih menentukan keberhasilan. Pengaruh internal antara lain kenyakinan bahwa keputusan harus diambil oleh diri sendiri, kemauan untuk mencoba yang baru walaupun ada kekawatiran beratnya konsekwensi yang akan diterima, kepuasan akan keberhasilan pekerjaan, dan berupaya segera memperoleh sesuatu yang diinginkan.
Secara internal locus of control dapat dilihat dari sudut, sejauhmana seseorang memiliki keteguhan hati untuk mengatasi kemandekan dalam membentuk usaha baru, juga sejauh mana seseorang memiliki keinginan yang kuat untuk mengelola usaha baru dan menumbuhkannya. Dimensi eksternal dan internal tidaklah menjadi patokan seseorang akan berhasil, kombinasi yang optimal diantara keduanya dapat membantu pengelolaan usaha dengan berhasil. Selain locus of control, kebebasan, kemauan mengambil resiko dan kebutuhan akan berprestasi (need for achievement) merupakan karakteritik lain dari seorang wirausaha. Umumnya, ketiga sifat terakhir sangat menonjol dalam watak seorang wirausaha berhasil.
Di bawah ini adalah hal-hal yang bisa memberikan potensi bagi kewirausahaan (karakteristik wirausahawan yang sukses dengan n Ach tinggi):
a.    Kemampuan inovatif, Untuk memenangkan persaingan, maka seorang wirausahawan harus memiliki daya kreativitas yang tinggi. Daya kreativitas tersebut sebaiknya dilandasi oleh cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-gagasan baru yang berbeda dengan produk-produk yang telah ada selama ini di pasar. Gagasan-gagasan yang kreatif umumnya tidak dapat dibatasi oleh ruang, bentuk ataupun waktu. Justru seringkali ide-ide jenius yangmemberikan terobosan-terobosan baru dalam dunia usaha awalnya adalah dilandasi oleh gagasan-gagasan kreatif yang kelihatannya mustahil.
b.   Toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity), bisa merubah sesuatu yang tidak terstruktur menjadi struktur
c.   Keinginan untuk berprestasi, dalam kewirausahaan kita harus mempunyai
d.   Keyakinan untuk meraih mimpi agar kita bisa mencapi prestasi yang kita inginkan.
e.  Kemampuan perencanaan realistis, perencanaan dalam kewirausahaan untuk mengembangkan usahanya harus dengan matang agar bisa memuaskan pelanggan untuk membeli produk kita lagi
f.     Kepemimpinan terorientasi kepada tujuan, focus dengan apa yang di capai Obyektivitas, fakta
g. Tanggung jawab pribadi, dalam berwirausaha kita harus mempunyai tanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan yang maksimal
h.  Kemampuan beradaptasi, dalam memasarkan produk kita bisa beradaptasi di lingkungan atau masyarakat di sekitar
i. Kemampuan sebagai pengorganisasi dan administrator,mampu mengajak orang lain untuk menjadi partnernya.

Untuk kebutuhan usaha baru harus memperhitungkan kebutuhan, dorongan dan aspirasi. 3 kebutuhan dasar yang mempengaruhi pencapaian tujuan ekonomi menurut McClelland yaitu kebutuhan untuk berprestasi (n Ach), kebutuhan berafiliasi (n Afill) dan kebutuhan untuk berkuasa (n Pow).
Analisa prestasi pribadi, analisa dengan melihat pengalaman yang tidak terlupakan yaitu pengalaman yang sangat memuaskan dan pengalaman yang sangat tidak memuaskan. Pengembangan n Ach, n Ach dapat diperkuat dan dikembangkan melalui program pelatihan. Tahap-tahapnya antara lain:
1. Menyadarkan orang-orang pada potensi mereka untuk mendapatkan karakteristik kewirausahaan. Mereka dilatih untuk membuat rencana, harapan, kesulitan dan mengevaluasi segala tindakan yang telah dilakukan
2.  Pengembangan sindrom prestasi. Individu diajar untuk berpikir, berbicara, bertindak dan menyadari orang lain
3. Dukungan kognitif. Tujuannya untuk membantu orang-orang menghubungkan cara berfikir baru dengan asumsi mereka sebelumnya dan cara melihat dunia.
4. Pemberian dukungan emosional peserta di dalam usaha mereka untuk merubah diri.



Sumber  : http://dicafab.blogspot.com/2012/01/kewirausahaan-perkembangan.html

Faktor - Faktor Pendorong Kewirausahaan


Menurut Saifudin (2002), faktor pemicu kewirausahaan ditentukan oleh “property light”, competency incentives, dan environment. Sedangkan menurut Kuncara (2008:1) faktor pendorong kewirausahaan terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal sebagai berikut:
  1. faktor internal, yaitu kecakapan pribadi yang menyangkut soal bagaimana kita mengelola diri sendiri. Kecakapan pribadi seseorang terdiri atas 3 unsur terpenting, yaitu: (1) Kesadaran diri. Ini menyangkut kemampuan mengenali emosi diri sendiri dan efeknya, mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri, dan keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri atau percaya diri. (2) Pengaturan diri. Ini menyangkut kemampuan mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan yang merusak, memelihara norma kejujuran dan integritas, bertanggung jawab atas kinerja pribadi, keluwesan dalam menghadapi perubahan, dan mudah menerima atau terbuka terhadap gagasan, pendekatan dan informasi-informasi baru. (3) Motivasi. Ini menyangkut dorongan prestasi untuk menjadi lebih baik, komitmen, inisiatif untuk memanfaatkan kesempatan, dan optimisme dalam menghadapi halangan dan kegagalan.
  2. Faktor eksternal, yaitu kecakapan sosial yang menyangkut soal bagaimana kita menangani suatu hubungan. kecakapan sosial seseorang terdiri atas 2 unsur terpenting, yaitu: (1) Empati. Ini menyangkut kemampuan untuk memahami orang lain, perspektif orang lain, dan berminat terhadap kepentingan orang lain. Juga kemampuan mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan. Mengatasi keragaman dalam membina pergaulan, mengembangkan orang lain, dan kemampuan membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan, juga tercakup didalamnya. (2) Keterampilan sosial. Termasuk dalam hal ini adalah taktik-taktik untuk meyakinkan orang (persuasi), berkomunikasi secara jelas dan meyakinkan, membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok, memulai dan mengelola perubahan, bernegosiasi dan mengatasi silang pendapat, bekerja sama untuk tujuan bersama, dan menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan kepentingan bersama.
Menurut Timmons (2008:40), wirausahawan harus menjauhi arena persaingan yang sekiranya tidak menguntungkan dirinya, atau memanfaatkan potensi yang ada secara kreatif untuk menghasilkan kompetensi. Berusaha menciptakan pertambahan nilai perusahaan yang disertai aliran arus kas yang tidak terputus, sehingga menarik minat perusahaan modal untuk berinvestasi. Menurut Timmons, saat ini terjadi kecenderungan di mana wirausahawan yang telah sukses membawa pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan yang menjadi nilai tambah untuk menjadi invenstor terhadap perusahaan pemula yang berpotensi tinggi. Salah satu kriteria ventura potensial adalah mampu mengidentifikasi mitra dalam hal pendanaan dan anggota tim inti. Mereka mencari penyandang dana yang memiliki nilai tambah yakni dapat meningkatkan sumber daya manusia perusahaan secara keseluruhan. Dari kesemua hal berkenaan dengan proses kewirausahaan, puncaknya adalah ventura terkait dengan pilihan gaya hidup. Hidup harus dibuat bahagia, sehingga seseorang bisa hidup sesuai dengan keinginannya, sementara perusahaan terus berkembang.
Timmons (2008:41) menggambarkan faktor pendorong yang mendasari kesuksesan ventura baru melalui tiga faktor yaitu peluang usaha, sumber daya, dan tim. Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi menciptakan keseimbangan sebagaimana diilustrasikan pada bagan Timmons. Proses kewirausahaan diawali dengan peluang usaha (bukan uang), strategi, jaringan, tim, atau rencana bisnis. Peluang usaha terjadi dengan sendirinya di luar kontrol siapa pun. Tugas wirausahawan dan timnya adalah meramu semua faktor yang ada sehingga terjadi suatu keseimbangan. Wirausahawan bagai seorang akrobator yang harus menjada tiga buah bola agar tetap di udara sambil melompat-lompat di atas trampoline. Seperti itulah kondisi sebuah perusahaan pemula. Rencana bisnis merupakan bahasa dan kode untuk mengkomunikasikan kualitas dari tiga kekuatan dalan bagan Timmons untuk mencapai kesesuaian dan keseimbangan.
Dari bagan di atas, Timmons menganalisis bahwa bentuk, ukuran, dan dalamnya peluang usaha menentukan bentuk, ukuran dan dalamnya kondisi sumber daya dan tim.
  1. Peluang usaha, merupakan inti dari proses kewirausahaan. Suatu peluang usaha dianggap baik jika memiliki permintaan pasar, struktur pasar dan ukuran pasar yang baik, besarnya marjin. Ringkasnya, suatu peluang dikatakan memiliki kekuatan bila investor mendapatkan modalnya kembali.
  2. Sumber daya, yakni potensi dan kompetensi yang didukung oleh kreativitas dan penghematan. Wirausahawan yang sukses adalah yang dapat menghemat modal dan memanfaatkannya dengan cerdik.
  3. Tim Kewirausahawan, dipimpin oleh wirausahawan yang sudah memiliki pengalaman kerja yang sukses. Menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat, menghargai yang berhasil tetapi juga membantu yang gagal.  Menerapkan standar perilaku dan performa yang tinggi pada tim.
Hubungan antara ketiga kekuatan bagan Timmons harus diwarnai oleh konsep kesesuaian dan keseimbangan. Dengan demikian, tugas wirausahawan dan timnya adalah meramu semua faktor yang ada sehingga terjadi suatu keseimbangan. Dalam artian, dia harus bisa menguasai keadaan sehingga bisa mencapai keberhasilan usaha.
Dasar dari proses kewirausahaan ada dua, yaitu logika dan trial and error dengan menggunakan intuisi dan perencanaan. Namun keberhasilan dari suatu proposal ventura banyak tergantung pada kesesuaian faktor kekuatan yang dapat meyakinkan investor. Tidak ada waktu yang paling tepat untuk memulai sebuah proses kewirausahaan. Oleh karena itu, kesigapan dalam melihat suatu peluang dan keputusan untuk meraihnya memiliki nilai tersendiri dalam proses kewirausahaan.
Tahapan Proses kewirausahaan
Menurut Koncoro (2008:2) dan Saifudin (2002), proses terjadinya kewirausahaan terdiri atas tiga tahapan sebagai berikut:
  1. Tahap Imitasi dan duplikasi (imitating & duplicating). Pada tahap ini, para wirausaha meniru ide-ide orang lain, baik dari segi teknik produksi, desain, proses, organisasi usaha dan pola pemasarannya.
  2. Tahap duplikasi dan pengembangan (duplicating & developing). Pada tahap ini, para wirausaha mulai mengembangkan ide-ide barunya, walaupun masih dalam perkembangan yang lambat dan cenderung kurang dinamis.
  3. Tahap menciptakan sendiri produk baru yang berbeda (creating new and different). Pada tahap ini, para wirausaha sudah mulai berpikir untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi, dengan cara menciptakan produk yang baru dan berbeda. Hal ini didasarkan karena wirausaha sudah mulai bosan dengan proses produksi yang ada, keingintahuan dan ketidakpuasan terhadap hasil yang sudah ada.


Faktor-faktor yang berperan dalam kesuksesan kewirausahaan
Menurut Kuncara (2008:3-4) kunci sukses seorang pengusaha di dalam memenangkan pasar adalah kekuatan peranan dalam berinovasi dan menciptakan ide-ide brilian dalam menembus market share. Inovasi bukanlah berarti menciptakan sebuah produk baru. Inovasi dapat berwujud apa saja, mulai dari, baik dalam bentuk jasa maupaun produk. Inovasi juga bisa dilakukan dengan mengamati produk atau jasa yang sudah ada, kemudian melakukan modifikasi untuk membuat hasil yang lebih baik. Atau dari modifikasi tersebut akan melahirkan sebuah produk baru lagi. Salah satu metode inovasi adalah ala Jepang, yaitu dengan prinsip ATM; Amati Tiru Modifikasi.
Untuk menjadi wirausaha sukses dan tangguh melalui inovasi, maka harus menerapkan beberapa hal berikut:
  1. Seorang wirausaha harus mampu beripikir secara Kreatif, yaitu dengan berani keluar dari kerangka bisnis yang sudah ada. Untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
  2. Seorang wirausaha juga harus bisa membaca arah perkembangan dunia usaha. Misalnya, saat ini sedang maraknya penggunaan Teknologi Informasi dalam dunia bisnis.
  3. Seorang wirausaha harus dapat menunjukkan nilai lebih dari produk yang dimilikinya, agar konsumen tidak merasa produk yang ditawarkan terlalu mahal.
  4. Seorang wirausaha perlu menumbuhkan sebuah kerjasama tim, sikap leadership, kebersamaan dan membangun hubungan yang baik dengan karyawannya.
  5. Seorang wirausaha harus mampu membangun personal approach yang baik dengan lingkungan sekitarnya dan tidak cepat berpuas diri dengan apa yang telah diraihnya.
  6. Seorang wirausaha harus selalu meng-upgrade ilmu yang dimilikinya untuk meningkatkan hasil usaha yang dijalankannya. Hal ini dapat ditempuhnya dengan cara membaca buku-buku, artikel, internet, ataupun bertanya pada yang ahlinya.
  7. Seorang wirausaha harus bisa menjawab tantangan masa depan dan mampu menjalankan konsep manajemen dan teknologi informasi. Hal ini bertujuan untuk mempelajari segala situasi bisnis atau usaha yang cepat berkembang dan berubah sangat cepat. Untuk itu perlunya daya kreativitas yang tinggi, analisis yang baik, intuisi yang tajam, kemampuan networking yang mendukung, serta strategi jitu dalam memasarkan produk atau jasa yang dimilikinya.
Saifudin (2008:3) mengemukakan beberapa faktor penyebab  kegagalan kewirausahaan, sebagai berikut:
  1. Tidak kompeten dalam manajerial,
  2. Kurang berpengalaman dalam operasi dan menghasilkan produk
  3. Lemah dalam pengendalian keuangan
  4. Gagal dalam perencanaan program bisnis
  5. Lokasi yang kurang memadai
  6. Kurangnya pengawasan peralatan
  7. Sikap yang tidak bersungguh-sungguh dalam usaha
  8. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi wirausaha
  9. Keadaan yang menjadikan pesimistik dalam usaha:
    1. Pendapatan yang tak menentu
    2. Kerugian akibat hilangnya modal investasi
    3. Butuh waktu lama untuk recovery
    4. Kualitas kehidupan yang tetap rendah meski usahanya mantap
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh seseorang ketika terlibat dalam wirausahawan dikemukakan oleh Saifudin (2008:3), sebagai berikut:
  1. Otonomi, pengelolaan yang ‘merdeka’ membuat wirausahawan menjadi seorang ‘boss’ yang penuh kepuasan.
  2. Tantangan awal dan motif berprestasi, merupakan pendorong yang baik dan berpeluang untuk mengembangkan konsep usaha yang menghasilkan keuntungan.
  3. Kontrol Finansial, bebas dalam mengelola keuangan dan merasa sebagai kekayaan miliki sendiri yang dapat diaturnya.
Sedangkan kerugian yang mungkin dapat dirasakan oleh seorang wirausahawan juga dikemukakan oleh Saifudin (2008:3) sebagai berikut:
  1. Pengorbanan personal, pada awalnya wirausaha harus bekerja dalam waktu lama dan sibuk, sedikit waktu untuk keluarganya dan relaksasi.
  2. Beban tanggung jawab, wirausaha harus mengelola semua fungsi bisnis, baik pemasaran, keuangan, personal, maupun pengadaan dan pelatihan.
  3. Margin keuntungan yang kecil dan kemungkinan gagal. Wirausaha yang menggunakan modal sendiri, maka profit margin yang diperoleh relative kecil dan ada kemungkinan gagal.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh National Center for enterpreneural Research berhasil mengidentifikasi 26 perilaku perusahan-perusahaan potensial yang berkembang di dunia yang menunjang kesuksesannya. Perilaku-perlaku tersebut, dikelompokkan dalam empat area utama yaitu perilaku pemasaran, perilaku keuangan, perilaku manajemen, dan perilaku perencanaan.
Dalam hal pelaksanaan kewirausahaan, hasil penelitian menemukan menemukan tiga faktor yang berperan dalam kesuksesan wirausahawan, yiatu:
  1. Kepribadian. Tidak ada kepribadian ideal untuk menjadi wirausahawan, akan tetapi dia harus memiliki beberapa keterampilan yang bisa dipelajari. Yang diperlukan adalah mengambil keputusan dengan penuh keyakinan. Wirausahawan tidak hanya memiliki sifat kreatif dan inovatif, tetapi juga kemampan manajerial, keterampilan bisnis, dan relasi yang baik.
  2. Pengalaman. Peneliti meyakini faktor pengalaman sehari-hari dan kecakapan menjadi kunci keberhasilan. Seorang wirausahawan harus mengumpulkan informasi dan bertindak berdasarkan informasi tersebut. Dengan demikian, kesuksesan juga berkaitan dengan persiapan dan perencanaan yang matang.
  3. Pembimbing, separuh wirausahawan sukses memiliki orang tua yang juga wirausahawan atau panutan.
Dengan semakin berkembangnya dunia kewirausahaan, maka muncul persepsi umum bahkan steroetipe tentang wirausahawan sukses seperti mitos-mitos. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak pendiri perusahaan terkemuka yang menjadi sukses karena menolak menjadi seperti wirausahawan pada umumnya. Salah satu contoh mitos dalam kewirausahaan adalah modal merupakan keharusan untuk perusahaan pemula.
Namun realitasnya, modal akan datang dengan sendirinya bila wirausahawan memiliki pengalaman dan keterampilan. Oleh karena itu, kewirusahaan bukanlah suatu tujuan akhir, tetapi suatu jalan untuk bisa melihat dan meraih peluang usaha yang ada, sekaligus menjadi sarana bagi kaum muda untuk meraih cita-cita mereka. Dinamika dan kompleksitas proses kewirausahaan memerlukan suatu kecerdasan tersendiri. Sehingga seorang jenius belum tentu bisa menjadi wirausahawan sukses, kecerdasan membutuhkan keterampilan dan sifat-sifat lain yang dibutuhkan dalam berwirausaha.
Sumber  :  http://mahmuddin.wordpress.com/2010/12/15/faktor-faktor-pendorong-kewirausahawan/

Receive all updates via Facebook. Just Click the Like Button Below

Powered By Blogger Widgets